terbentang samudera
kata kata, o Imajinasi!
di manakah akan Kudapat
perahu mimpi
untuk melayariNya?)
I.
perahu kayu berlayar
di bibirnya dengan kain
layar penuh berkibar…
ahooi pelaut yang mabuk
birahi buih ombak di
laut malam!
kapan pulang
ke muara
yang penuh harum
rindu sungai bening
tempat kekasih mencuci
rambut remajanya!
ahooi suara ombak
yang menampar
perahu! muara sungai
muncul dari
balik kabut
seperti perawan
malu malu
di malam pertama
menyambut!
ahooi!
di sebuah batu karang
dekat garis pantai
yang hitam
di malam yang kelam
terdampar bangkai
seekor camar.
ahooi pelaut yang lupa pulang,
tak ada bulan
jadi mercusuar
jalan pulang
malam ini!
tidurlah di kayu perahu
sambil kau cumbu
bayang kekasih
di kibar layar!
hanya suara anjing
yang melolong
di kejauhan pantai
menemani sang penyair
menghabiskan araknya
di karang yang sekarang
penuh cahya kunang kunang
kehilangan perahu
dan cinta
yang ditelan
metafora muara
kata katanya… ahooi!
II.
aku tak mau
jadi mercusuar
pelayaranmu,
mercusuar yang sendiri
dalam dingin malam malam
kesepiannya,
yang melihat perahumu
menghilang di balik kabut pulau pulau karang
di kaki langit yang jauh
yang tak terjangkau.
aku mau jadi kibar layar
perahu yang membawamu
ke teluk yang paling putih pasirnya
paling lembut lambai nyiurnya,
tanpa mercusuar
penanda
mengintainya
bencana!
aku pun menolak
jadi bintang
penunjuk mata angin
malam malam pelayaranmu,
bintang yang begitu kecil
begitu jauh
dari belai lentik jari jari angin malammu.
kibarkanlah aku
sepenuh tiang
di jantung
perahu
layarmu!
kenapa takut
pada bayang malam
di buih ombak,
pada bayang badai di wajah bulan?
dengarlah nyanyian kibar layar
di seluruh perahu, di angin samudera,
menjanjikan teluk yang paling putih pasirnya
paling lembut lambai nyiurnya,
dengarlah!
aku ingin terbakar hangus
sampai mampus
oleh birahi
yang tak putus putus,
di manapun cinta terendus!
Jogja 2008
Saut Situmorang